Amalkan, Kemudian Lupakan
Tinggal di negara berkembang seperti di Indonesia telah membuka mata kita bahwa tidak semua orang beruntung menikmati penghidupan yang layak. Jika kita perhatikan di sekeliling kita, ternyata masih banyak yang nasibnya lebih memprihatikankan dibandingkan kita.
Islam juga mengajarkan agar kita tolong-menolong dalam kebaikan. Kita berusaha berbuat baik kepada orang lain, agar tercipta kehidupan yang harmonis. Rasulullah bersabda, “Setiap perbuatan baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dari Jabir bin Abdullah)
Di dalam memberi, membantu, dan menolong orang lain, selama itu di jalan kebaikan, hendaknya kita bersikap sosial kepada siapapun. Namun, prioritaskan orang-orang terdekat terlebih dahulu. Lingkungan terdekat yang diutamakan, yaitu:
- Lingkungan keluarga: dengan membantu keluarga yang sedang kesusahan, berwajah cerah ketika bertemu, serta memberikan perhatian.
- Lingkungan tetangga: dengan tidak membuat suara bising apalagi di tengah malam, memberi bantuan dan sedekah kepada tetangga.
- Lingkungan teman dan sahabat: dengan menjadi sahabat yang baik, menghibur, bersikap apa adanya namun tetap menghargai.
- Lingkungan karib kerabat: dengan menjaga persaudaraan, jaga lisan, tidak menyakiti hati, membantu, serta memaafkan kesalahan.
Orang-orang yang paling dekat dengan kita merupakan orang yang paling berhak menerima kebaikan kita, akhlak kita, dan pertolongan kita. Namun, jangan sampai amal kita menimbulkan rasa angkuh dan sombong. Jangan merasa kita sudah beramal, jangan merasa amal kita sudah hebat, karena kita bukan pahlawan.
Cara untuk mengatasi sifat angkuh dan sombong adalah dengan memupuk ketawadhu’an. Bakr bin Abdillah Al-Muzany -rahimahullah- berkata:
- “Jika engkau melihat orang yang lebih tua darimu maka katakanlah, “Dia mendahuluiku dengan iman dan amal shalih, sehingga dia lebih baik dariku.”
- Dan jika engkau melihat orang yang lebih muda darimu maka katakanlah, “Aku mendahuluinya melakukan dosa dan kemaksiatan, sehingga dia juga lebih baik dariku.”
- Jika engkau melihat teman-temanmu menghormati dan memuliakan dirimu maka katakanlah, “Ini karena kemuliaan jiwa mereka.”
- Dan jika engkau melihat mereka kurang dalam memuliakan dirimu maka katakanlah, “Ini adalah akibat dosa yang kulakukan.”
(Sumber: Shifatush Shafwah, karya Ibnul Jauzy, terbitan Daarul Ma’rifah, 3/248)
Di situlah intisari tawadhu’, yaitu: merasa kecil. Kita bisa beramal sebenarnya merupakan pertolongan Allah. Ketika kita beramal, maka akan dimudahkan urusan kita karena memudahkan orang lain, ditutup aib kita karena kita menutup aib orang lain, rukun dengan orang lain karena sabar, lembut dan peduli (tidak egois). Ini seperti sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” (HR. Tirmidzi)
Tawadhu’ merupakan akhlak yang disukai Allah. Bukankah kita ingin disukai Allah?