Kehidupan Pasca Goncangan
Tidak ada seorang manusiapun di dunia yang tidak pernah diuji.
Pada keluarga;
Pada harta;
Pada kedudukan;
Pada sosial-kemasyarakatan;
Pada kesehatan;
Pada buah atau hasil usaha.
Termasuk takdir hidup membalikkan keadaan dalam sekejab.
ALLAH berfirman dalam Al-Quran,
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?
(QS. Al-Ankabut [29]: 2)
Kehidupan itu sebetulnya netral. Peristiwa demi peristiwa itu netral, hanya kita yang memberikan: MAKNA. Di situ ada; ini enak atau tidak enak, kita sukai atau tidak, oke atau tidak. Padahal Allah memberikan semuanya sudah dengan HIKMAH. Alam semesta ini berjalan sudah sesuai dengan SUNATULLAH.
Lalu, bagaimana caranya menyikapi? Jawabannya tentu segala sesuatu perlu KESADARAN. Ketika ada goncangan, maka bernapaslah dalam-dalam… Tidak perlu langsung merespon jika energi kita belum ada di vibrasi tinggi (Referensi: Buku The Map of Consciousness Explained, David R. Hawkins). Sehingga, proseslah sedikit demi sedikit, selapis demi selapis. Belum sepenuhnya memproses, namun terinterupsi bisa membuat kita tidak bisa merespon dengan positif.
Di sini, kita perlu BERSERAH, bahwa FAKTA yang terjadi adalah BERKAH. ALLAH yang paling menyayangi kita, tidak menghendaki apapun selain kebaikan (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berkah adalah karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia).
Bahwa kita BERTANGGUNG JAWAB atas peristiwa yang terjadi pada hidup kita (Referensi: Quantifying Consciousness Using the Map of Consciousness). Bahkan kita ada di sini-kini juga atas keputusan kita sendiri, sedangkan orang-orang yang dihadirkan atau diambil dari kita juga merupakan fasilitas pemberian DIA, yang bertujuan untuk melindungi atau memberikan sarana belajar.
(Referensi: Fasilitas Pelindung dan Fasilitas Belajar, Latihati)
Maka, kendurkanlah diri dari keinginan mengontrol menuju KESELARASAN. Sadari napas dengan perlahan dan rasakan tiap napas pemberian ALLAH. Ciptakan kedamaian dalam diri kita sendiri, sehingga kita akan beranjak memberikan rahmat (kasih sayang) kepada sekitar kita.
Maka, berikan dulu dan penuhilah dulu keranjang atau cangkir kasih sayang kita. Selamatkan dulu “napas” kita, sehingga kita bisa memberi “napas” untuk yang lain.
Sadari bahwa kita hanya bisa memberi, jika ada sesuatu yang bisa kita beri. Termasuk energi kasih sayang.
Bali, Minggu 9 Juni 2024
2 Responses
Tulisan yang menarik 👍
Terima kasih, Pak.