Amal Menetap, Sandarkan Rasa pada Agama
Melanjutkan tulisan sebelumnya, berjudul: Never Give Up Mentality, sebetulnya itu tentang bagaimana menyikapi kehidupan yang dimulai dari rasa sayang.
Sebuah kisah bisa terjadi dalam pertemuan yang bisa singkat, bisa itu pengalaman pertama yang kemudian sangat berkesan… Takdir berikutnya yang akan menentukan jalan. Apakah rasa sayang itu layak dilanjutkan selamanya atau sebagai pelajaran hidup? Keduanya tetap berharga. Penting bagi pertumbuhan.
Alkisah…
Seorang remaja cowok yang mengalami jatuh cinta pada teman dekatnya, kemudian si cowok sempat mengungkapkan apa yang ia rasa pada si cewek, namun si cewek marah karena niat awalnya menganggap hanya persahabatan, tidak lebih. Disamping itu usia muda yang belum pantas ini-itu.
Selang waktu berlalu…sampailah pada masa pernikahan, memiliki anak pertama dan kedua, kemudian si cowok bertemu kembali pada usia yang sudah tidak muda lagi, namun si cewek belum menikah, memiliki karier dan kepopuleran karena memang ia cantik, modis, baik hati, logis, dan profesional dalam tugas. Pertemuan itu menimbulkan tanya, “Apa sebenarnya pesan dari-Nya untukku? Aku hanya ingin mencintai ia bagai saudara, namun istriku selalu ingatkan bahwa persahabatan cowok cewek akan mengarah pada perselingkuhan apalagi istriku berkata aku sangat mencintainya?”
Kemudian…
Si cowok bersedih, karena ingin memberikan bimbingan agama, namun si cewek tampaknya belum berproses ke sana, apalagi si cewek masih punya kedua orang tua yang lebih berhak dan punya wewenang dalam membimbung. Teringat pada suatu ayat dalam Al-Quran. Surat Al-Qashash ayat 56 berbunyi: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
Hal yang bisa dilakukan adalah mendekatkan diri kepada Allah hingga Allah menuntun dan menolongnya atau terlalu pasrah pada hati? Penulis ikut memberikan doa dan support agar dalam menyikapi kehidupan senantiasa berdasarkan pada agama, bukan perasaan atau sikap bawa perasaan.
Hikmah:
Selama masih di dunia jangan harap bahagia yang sempurna, kita ingin tenang dan dapatkan tenang sudah cukup.
Bahagia itu adanya di surga, justru di sini letak ujian senang dan susah, jangan memaknai susah saja sebagai ujian, dan jangan memaknai Allah tidak sayang jika kita tidak diberi senang. Arti berserah: lebih setuju pilihan Allah dibanding kita yang serba lemah ini..
Jangan menganggap kita paling menderita, selama bukan Nabi karena semua ujian di dunia Nabi sudah menanggungnya. Maka, porsi kita masih tidak ada apa-apanya dibanding Nabi. Tunaikan saja apa-adanya, amankan tanggung jawab. Jika tidak rugi hanya perkara tidak nyaman, dan jika rugi tinggal mengurus penggantiannya. Jangan dipikir yang bukan bagian kita juga tidak perlu terlalu serius menyikapi segala lika-likunya. Ini hanya dunia.
Subhanallah, semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.